:: Untuk Muaturun MP3 Kegemaran Anda, Klik Kiri Pada Tajuk Lagu. Anda Kemudiannya Akan Dibawa Ke Halaman Untuk Memuaturun MP3 Tersebut ::

Minggu, 23 Desember 2012

Peran HmI memahami kegelisahan intelectual



Oleh: Trisasbianto Muang
Rasulullah bersabda:

(Bila masyarakat sudah membenci kemiskinan, dan
menonjol-nonjolkan kehidupan dunia, serta rakus dalam mengumpulkan
harta, maka mereka akan di timpa empat bencana: zaman yang berat,
pemimpin yang lalim, penegak hukum yang khianat dan musuh yang
mengancam).


     Ketika terdengar gemuruh teriakan rakyat di tiap wilayah
nusantara, sermbari  nurani terpanggil dengan khidmat untuk berkorban.
Dalam keadaan yang berbeda dan berbagai suku, etnis, dan golongan
serentak menggagas kesatuan misi bersama, yakni ’kemerdekaan’. Inilah
konsepsi dasar dalam meraih cita-cita mulia untuk bebas dari penjajahan
kolonial dan imperial. Banyak tokoh para pendiri bangsa yang kisahnya
sangat indah untuk di urai.

         Dalam menyelami bangsa di masanya, mereka tumbuh menjadi
sosok pemuda cerdas, nekad, dan selalu  gelisah melihat penjajahan.
Mereka bahkan paham atas segala penderitaan rakyat dan mengerti apa
yang mesti di kehendakinya, meski penjara, pengasingan atau nyawa yang
melayang hadir sebagai konsekwensinya. Yah, di usianya yang masih muda
kondisi telah menuntun  mereka untuk terpaksa terjun ke dunia politik
demi melawan perbudakan atau penjajahan. Alhasil, mereka kini terkenang
sebagai  tokoh ‘terhormat’, kepribadian dan kesederhanannya menjadikan
Negeri ini sebagai guru bangsa di panggung dunia. Walau, di sisa
hidupnya sebagian mereka harus pergi dalam 'kesepian'.

        Kini adakah sosok progresif yang bisa bangkit sebagai tokoh
penggerak dalam konteks demokrasi indonesia yang memiliki tantangan
berat?. Sekedar menyimak jika warna politik saat ini kembali telah
menetaskan sejarah buruk pasca reformasi akibat buah dari momentum
elite yang bermodalkan nafsu kuasa. Sedihnya lagi, kerap kita temui di
sidang legeslatif terjadi adu fisik sesama dewan. Namun, sedikit kita
harus beralih dari hiruk pikuk kepentingan kelompok. Era kontemporer
yang di buyar oleh kegelapan, mestinya itu di bicarakan secara
subtansial karena persoalan Negeri ini sudah terekam dari beragam
peristiwa kompleks. Nilai keadilan pun telah di remangkan oleh arus
kepentingan para aktor-aktor yang menuhankan materi. 

Di sinilah Kepiawaian globalisasi terus beroperasi lewat topeng modernitas (miminjam istilah Subcomandante Marcos),
yang hanya menyisahkan kemiskinan akibat buah kebijakan yang tak
berimbang. Janji tentang Negara maju dan modern hanya membuat nihil
kesejahteraan, mengingat kedaulatan bangsa pun ‘tergadai’. Maka, jangan
bertanya misalnya, emas di papua atau minyak di blok cepu, nikel di
soroako sul-sel, dan masih banyak eksploitasi lainnya. Betapa malu anak
bangsa menjawabnya, karena itu di kuasai pihak asing.

Keadaan ini mungkin segera memunculkan kesadaran kita untuk
mengomentari segala kemewahan para pejabat publik dan pihak korporasi
yang mengotakatik segala bentuk aturan yang mereka kehendaki untuk
kepentingan kelas tertentu, sementara warga negara sendiri yang butuh
perhatian ternyata masih saja hidup kekurangan. Asimilisi kebijakan
publik terhadap warga Negara terus saja terurai jalan keputusan yang
tidak merata.


Para elite partai pun kini saling tuduh menuduh terkait kasus
korupsi yang berujung di meja hijau. Inilah potret yang kita saksikan
seolah menjadi tontonan buruk yang merusak serta meruntuhkan moralitas
wibawa dan wajah para pemimpin baik, ekskutif, yudikatif, maupun
legeslatif. Komedi politik yang hanya diperankan oleh aktor yang gila
akan popularitas tanpa menjunjung tinggi nilai kearifan dan moral yang
patut di teladani oleh anak bangsanya sendiri. Parahnya, tabiat senang
melukai hati rakyat, ketika sederet kultur penguasa tercermin kekebalan
hukum di atas fakta yang di distorsi oleh kebusukan para penegak
keadilan, padahal sesungguhnya kita tidak buta akan realitas..

Jejak yang sepi tentang organisasi perjuangan
  Pada tanggal 5 Februari 1947 M/14 Rabiul Awal 1366 H sebuah
organisasi mahasiswa bernafaskan islam lahir di Sekolah Tinggi Islam
Yogyakarta, sekarang dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII). 
Di bawah naungan perkuliahan lima belas (15) tokoh  mahasiswa hari itu
kemudian mencoba merapatkan diri membentuk organisasi mahasiswa. Lafran
Pane tampil sebagai tokoh yang memprakarsai lahirnya Himpunan Mahasiswa
Islam (HmI).

Berbagai aspek turut mematangkan eksistensinya sejak HmI ingin
didirikan. Dinamika keummatan, kebangsaan, dan kemahasiswaan menjadi
basis pilar dalam rangka mengangkat derajat kemanusiaan. HmI dari masa
ke masa sukses menciptakan perjuangan mahasiswa yang progresif/kritis 
serta melahirkan banyak tokoh intelektual dan cendikiawan, sehingga 
sampai sekarang HMI namanya masih terkenang.

HmI dalam perkembangannya  begitu banyak melewati fase  perjuangan
yang sukses memberikan kontribusi besar bagi perjalanan bangsa ini.
Entah, dari corak pemikiran bahkan secara praksis peran aktif kader
eksis terlibat langsung mengawal arus perubahan bangsa yang berlangsung
secara dinamis.


Upaya menempatkan serta mengokohkan peran kita sebagai mahasiswa
dan kader HMI adalah berani secara kolektif agar konsisten melawan
kekuatan
sistem yang menyeret hajat hidup orang banyak yang sungguh
diskriminatif. Kita paham bersama bahwa kapitalisme hadir sebagai
sistem yang punya power dipanggung dunia. Namun, harus diketahui jika
sistem ini menuntut semua produk dikonsentrasikan ke tangan swasta.
Hampir semua kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme
pasar dan menghendaki lepas campur tangan negara. konsep ekonomi ini
melahirkan lembaga perdagangan raksasa (WTO), kemudian membawa dunia
baru di sebut neoliberalisme yang memunculkan wajah bengis lewat
’perdagangan bebas’ internasional. Tanpa peduli berapa besar kerusakan
sosial diakibatkannya. Melalui proses hegemony terjadi konspirasi
kebijakan menakutkan, dimana terjadi pencabutan subsidi pada sector
kebutuhan hidup masyarakat;  pendidikan, penghapusan kesejahteraan
bersama diganti dengan tanggung jawab perorangan, dan menekankan kaum
miskin untuk mencari jalan sendiri untuk kesejahteraan hidupnya.


Mungkin diatas adalah sanggahan miris bagi kita melihat berbagai
percaturan gerakan yang terus mengalami degradasi intelectual dan mulai
‘kehilangan arah’ tanpa punya nyali untuk mengutuk sistem yang serakah.
Seperti yang menimpa internal kelembagaan HmI di masa sekarang, konflik
silih berganti melahirkan perpecahan komitmen perjuangan, dan ternyata
hanya menjadikan kader berada pada tahap pengetahuan yang tak lagi
berfikir gemilang.


Masa keemasan dahulu HmI ketika melahirkan banyak tokoh intelectual
maupun cendikiawan apakah kelak hanya  sekedar warta yang tak lagi bisa
di kembalikan menjadi tradisi keluarga besar hijau hitam?.


Saatnya, mahasiswa dan kader Himpunan mahasiswa islam (HmI) segera
bergegas mengambil peran visioner dalam menatap jauh kedepan bangsa
keluar dari belenggu marginalisasi kehidupan yang timpang. Lebih kepada
pendekatan akhlak dalam sisi islam yang mewajibkan pengikutnya agar
senantiasa hidup secara damai serta membebaskan kaum mustda’affin.
Al-Quran sebagai tafsir tunggal, memiliki esensi Rahmatan lil ‘alamin
serta manjadi pedoman hidup untuk semua manusia secara universal.


Demikian, Himpunan Mahasiswa Islam  (HmI) masa yang akan datang
semoga dapat menghidupkan kembali cahaya pengetehuan yang berguna untuk
segala aspek kehidupan manusia, khusunya di Indonesia. Angin segar bagi
tiap-tiap kader HmI sangat di nantikan tampil sebagai sosok penyejuk
bagi ummat, kelak yang akan menggantikan generasi tua. Cak Nur;
pernah berpesan; salah satu karakter mahasiswa sejati ialah, ‘yang tak
terlupakan’.


Wallauhu A'lamu Bissawab


PERHATIAN : JIKA TERDAPAT LINK MUATURUN YANG GAGAL BERFUNGSI ATAU TERDAPAT MASALAH UNTUK MUATURUN MP3,KOMEN-KOMEN,SERTA CADANGAN-CADANGAN LAIN SILA NYATAKAN DALAM KOTAK KOMEN YANG TERDAPAT PADA SETIAP POST. KOTAK KOMEN TIDAK DIPAPARKAN PADA LAMAN UTAMA. KERJASAMA ANDA AMATLAH DIHARGAI.

Featured Video

SENARAI TETAMU KEHORMAT MUATURUN MP3 PERCUMA

Followers