OPINI | 05 September 2012 | 11:07 Dibaca: 111 Komentar: 0 Nihi
Beberapa hari ini, banyak adik-adik aktivis HMI
meminta pandangan perihal pernyataan dari Dr Jalaluddin Rakhmat. Tak
kurang, Ketua HMI Cabang Jember, Jamal Bakhtier, juga mengirim pesan via
SMS meminta saran pendapat, bagaimana menyikapi pernyataan Kang Jalal
–panggilan akrab Dr Jalaluddin Rakhmat di www.tempo.co. Ketua Dewan
Syura IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) ini dalam wawancara
yang dimuat Tempo, Senin, 3 September 2012, mengeluarkan pernyataan
yang sangat sensitif dalam konteks konflik antar aliran dalam Islam.
“Syiah masuk ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai tersebar ke
kampus di daerah lain. Aktivis HMI menyebarkan ajaran Syiah secara
sistematis, yakni melalui pelatihan kepemimpinan”. Sontak, pernyataan
dosen Universitas Pajadjaran Bandung Fakultas Ilmu Komunikasi, Ilmu
Tasawwuf Universitas Paramadina dan sejumlah perguruan tinggi ternama di
Tanah Air ini, meresahkan beberapa kalangan di HMI. Khawatir
pernyataan ini menurunkan minat berHMI mahasiswa-mahasiswa baru,
dijadikan komoditi black campaigne, serta nyata-nyata pernyataan ini tak
berdasar dan menyesatkan opini publik. Apa alasan, Kang Jalal
mengeluarkan pernyataan tersebut? saya yakin banyak aktivis maupun
alumni HMI bingung. Kok tiba-tiba HMI yang tak ada hubungannya dengan
merebaknya konflik Sunni-Syiah di beberapa tempat di Tanah Air,
dikait-kaitnya dengan penyebaran Syiah secara sistematis di berbagai
kampus sejak awal masuknya Syiah periode kedua pasca revolusi Iran tahun
1979. Padahal, HMI jelas-jelas bukan Syiah. HMI merupakan organisasi
kemahasiswaan yang menggotong visi dan misi keislamaan dan keindonesiaan
sekaligus, dulu, kini dan nanti. HMI sebagai organisasi kader yang
berasas Islam tak pernah secara ideologis dan administratif menyebut
Islam Syiah satu kata pun. Tak ada satupun dokumen organisasi yang
menyebut perihal tersebut. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai landasan
berfikir, bersikap dan bertindak HMI secara individu maupun organisasi,
sedikitpun tak mencerminkan faham Syiah. Saya kebetulan sampai hari
ini seringkali diminta oleh adik-adik HMI sebagai instruktur NDP, baik
pada LK-1 (Latihan Kader 1) maupun pada LK-2 (Latihan Kader 2). Jadi,
saya faham betul secara tekstual dan kontekstual isi NDP tersebut. Saya
pastikan sepasti-pastinya, tak ada satu pun bab di NDP yang menguraikan
faham Syiah secara eksplisit maupun implisit. Dalam NDP tersebut,
memuat: dasar-dasar kepercayaan, pengertian-pengertian dasar tentang
kemanusiaan, kemerdekaan manusia (ikhtiar), dan keharusan universal
(takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan, individu dan
masyarakat, keadilan sosial dan keadilan ekonomi, kemanusiaan dan ilmu
pengetahuan, kesimpulan dan penutup. NDP yang semula merupakan NDI
(Nilai Dasar Islam) yang ditulis oleh Cak Nur, adalah filsafat sosial
yang menjadi landasan perjuangan HMI dalam melakukan perubahan
masyarakat, sesuai dengan tujuan HMI: “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Jadi,
jelas sekali pernyataan Kang Jalal tak punya dasar sama sekali. Kayak,
“orang mengigau”. Sepertinya, Kang Jalal tak punya pengetahuan yang
cukup tentang HMI, sehingga mengait-ngaitkan HMI dengan penyebaran Syiah
di Tanah Air. Padahal, antara keduanya tak punya hubungan apapun baik
secara historis, ideologis maupun praksis sosial. HMI punya watak
dasar, sebagai organisasi kemahasiswaan yang independen. HMI secara etis
hanya tunduk dan patuh pada kebenaran, dan secara organisatotis tak
terikat dan mengikat dengan organisasi manapun. HMI adalah HMI, yang
bukan NU, bukan Muhammadiyah, bukan Al-Khairiyah, bukan Al-Irsyad, bukan
Persis, bukan Wasiliyah, bukan MMI, FPI, bukan JAT, bukan HTI, bukan
IJABI, dan bukan yang lainnya. Bahwasannya kemudian, banyak kader-kader
HMI yang pasca organisasi, menjadi aktivis ormas keagamaan tertentu,
itu bukti bahwa HMI merupakan organisasi kader yang dibutuhkan oleh umat
dan bangsa. Namun, semua menyadari, tak ada satupun yang berhak
mengklaim keberislaman HMI. Di akhir tulisan ini, saya mengutip
pernyataan saya dalam Dirgahayu HMIku, HMImu, HMI Kita: “HMI kita adalah
organisasi ekstrauniversiter yang tampil dengan wajah warna warni, baik
faham keislaman maupun dalam faham keindonesian. HMI kita merupakan
“tenda besar” yang mengayomi terhadap keanekaragaman aliran dalam Islam
maupun dalam Indonesia. HMI organisasi kemahasiswaan yang terbuka pada
ragam aliran tersebut. Tak ada bedanya, antara sunni dan syiah, antara
kaum liberal dan kaum sosialis. Semua memiliki kedudukan yang sama di
hadapan konstitusi dan organisasi. Keterbukaan dan keluwesan ini yang
mendorong HMI kita tak terjebak pada pemikiran dan gerakan ekstrim. Para
aktivisnya dituntut untuk saling memberi dan menerima perbedaan yang
ada. Perbedaan bukan sesuatu yang tabu, melainkan itu sunatullah untuk
menguji makhluk dalam menerima kebenaran dan berpegang teguh pada
kebenaran tersebut. Sebab, tiap orang pada hakekatnya cendrung pada
“kebenaran”. *Moch Eksan, Presidium Majlis Daerah KAHMI (Korp Alumni
Himpunan Mahasiswa Islam) Jember.
PERHATIAN : JIKA TERDAPAT LINK MUATURUN YANG GAGAL BERFUNGSI ATAU TERDAPAT MASALAH UNTUK MUATURUN MP3,KOMEN-KOMEN,SERTA CADANGAN-CADANGAN LAIN SILA NYATAKAN DALAM KOTAK KOMEN YANG TERDAPAT PADA SETIAP POST. KOTAK KOMEN TIDAK DIPAPARKAN PADA LAMAN UTAMA. KERJASAMA ANDA AMATLAH DIHARGAI.